TEOLOGI ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. serta shalawat dan salam kami tujukan kepada beliau Nabi Muhammad SAW. yang telah memberikan syafaat dan hidayahnya kepada kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan meskipun masih banyak kekurangan.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Teologi Islam”, tapi di tujuan kami yang lebih luas adalah supaya kita semua dapat mengetahui
1.2       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asal usul kemunculan mu’tazilah?
2.      Bagaimana tentang lima ajaran dasar teologi mu’tazilah?
3.      Bagaimana pengertian dan asal usul kemunculan syiah?
4.      Apa syiah asyariah (syiah dua belas / syiah imamiyah) itu?
5.      Apa syiah sab’iyah (syiah tujuh) itu?
6.      Apa syiah zaidiyah itu?
7.      Apa syiah ghulat itu?








BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Asal – Usul Kemunculan Mu’tazilah
Secara harfiah kata mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berati juga menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah mu’tazilah menunjuk pada dua golongan.[1]
Golongan pertama (mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik. Golongan inilah yang mula – mula disebut kaum mu’tazilah.
Golongan kedua (mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan khawarij dan murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan khawarij dan murjiah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.[2]
Golongan mu’tazilah dikenal juga dengan nama – nama lain seperti ahl al-adl yang berarti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ahl al-tawhid wa al-adl yang berarti golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan Tuhan.

2.2       Lima Ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah[3]
1.      At-Tauhid
At-tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran mu’tazilah. Menurut mu’tazilah, Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satu – satunya yang Esa, yang tak ada satupun yang menyamai-Nya.
2.      Al-Adl
Ajaran dasar mu’tazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan. Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar – benar adil menurut sudut pandang manusia, karena alam semesta ini sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan manisia.
Ajaran tentang keadilan ini memiliki keterkaitan erat dengan beberapa hal, antara lain:
a.       Perbuatan manusia
Manusia melakukan perbuatannya adalah atas kemauan dirinya sendiri, Allah terlepas dari itu semua. Allah hanya memerintahkan yang baik dan melarang yang buruk. Adapun manusia itu melakukan yang buruk, Allah akan membalasnya di akhirat kelak. Allah telah melarang hal buruk, tapi manusia tetap melakukan itu. hal baik dibalas dengan hal baik, hal buruk dibalas dengan hal buruk.
b.      Berbuat baik dan terbaik
Maksudnya adalah kewajiban Allah untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagi manusia. Jika Tuhan berbuat jahat dengan menyiksa manusia, maka akan menimbulkan kesan bahwa Tuhan itu tidak adil dan dan selalu jahat. Padahal tidak seperti itu. Menurut An-Nazzam, salah satu tokoh mu’tazilah, bahwa Tuhan itu tidak dapat berbuat jahat.
c.       Mengutus Rasul
Allah mengutus Rasul untuk manusia adalah karena beberapa alasan berikut:
1)      Tuhan wajib berbuat baik kepada manusia. Hal itu tidak akan dapat terwujud tanpa adanya Rasul yang di utus Allah.
2)      Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Agar tujuan tersebut berhasil, adalah dengan mengutus Rasul.
3.      Al-Wa’d wa al-Waid
Al-wa’d wa al-waid berarti janji dan ancaman. Ajaran ini hampir sama konsepnya dengan ajaran kedua, al-adl. Tuhan berjanji akan memberikan surga bagi yang berbuat baik dan Tuhan akan mengancam yang berbuat buruk dengan neraka. Begitu pula dengan janji Tuhan untuk memberikan ampun bagi orang yang bertobat.
4.      Al-Manzilah bain al-manzilatain
Ajaran ini terkenal dengan status orang beriman (mukmin) yang melakukan dosa besar. Orang yang seperti ini disebut dengan kafir bahkan musyrik. Pokok ajaran ini adalah mukmin yang melakukan dosa besar dan belum tobat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasik. Menurut pandangan muktazilah, pelaku dosa besar tidak bisa dikatakan sebagai mukmin secara mutlak. Hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan, tidak cukup adanya pengakuan dan pembenaran. Berdosa besar bukanlah kepatuhan melainkan kedurhakaan. Pelakunya tidak dapat dikatakan kafir secara mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, Rasul-Nya, dan mengerjakan pekerjaan yang baik.
5.      Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy an Munkar
Ajaran dasar yang kelima adalah menyuruh kebajikan dan melarang kemunkaran. Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebaikan dan kebajikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Al ma’ruf adalah apa yang diterima dan diakui oleh Allah, sedangkan al munkar adalah sebaliknya, sesuatu atau apa yang tidak diterima Allah.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin dalam beramar ma’ruf dan nahi munkar, seperti dijelaskan oleh Abd al Jabbar, yaitu sebagai berikut:
a.       Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf dan yang dilarang itu memang munkar
b.      Ia mengetahui bahwa kemunkaran telah nyata dilakukan orang
c.       Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya

2.3       Pengertian Dan Asal – Usul Kemunculan Syi’ah
Akar kata syiah bermakna pihak atau kelompok yang diambil dari kata kerja syayya’a ataupun tasyayya’a yang memiliki arti berpihak, memihak, bergabung, dan menggabungkan diri. Aliran ini menunjukkan orang – orang yang menjadi pengikut Ali bin Abi Thalib dalam hubungannya dengan peristiwa pergantian kekhalifahan setelah Rasulullah saw wafat.[4]
Kaum syiah berpendapat bahwa kekhalifahan imammahnya berdasarkan pengangkatan, baik secara terbuka atau tersembunyi. Imammah merupakan doktrin syiah yang paling pokok, semua paham yang lain pada dasarnya merupakan penjelasan dari doktrin ini.
Paham – paham aliran syiah paling tidak ada tiga:
1.      Yang berhak jadi imam yakni pemimpin masyarakat Islam baik dalam urusan keagamaan maupun urusan kenegaraan, harus menjadi hak waris bagi keluarga Nabi yakni Ali bin Abi Thalib dan anak cucunya.
2.      Imam itu hanya sah apabila mendapat nash atau diangkat oleh Nabi sendiri dan kemudian oleh imam – imam sesudahnya secara berurutan.
3.      Setiap imam yang diangkat itu adalah ma’shum, akan terpelihara dari dosa serta menerima anugrah keistimewaan – keistimewaan.

2.4       Syiah Itsna Asyariyah (Syiah Dua Belas / Syiah Imamiyah)[5]
1.      Asal usul penyebutan imamiyah dan syiah Itsna Asyariyah
Dinamakan syiah imamiyah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik, yakni Ali berhak berhak menjadi khalifah bukan janya karena kecakapannya atau kemuliaan akhlaknya, tetapi juga karena ia telah ditunjuk nash dan pantas menjadi khalifah pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad saw.
Syiah itsna asyariyah sepakat bahwa Ali adalah penerima wasiat Nabi Muhammad saw seperti yang ditunjukkan nash. Adapun penerima wasiat setelah Ali bin Abi Thalib adalah keturunan dari garis Fatimah, yaitu Hasan bin Ali kemudian Husein bin Ali sebagaimana yang disepakati. Setelah Husein adalah Ali Zaenal Abidin, kemudian secara berturut turut, Muhammad al Baqir, Abdullah Ja’far ash Shadiq, Musa al Khazim, Ali ar Rida, Muhammad al Jawwad, Ali al Hadi, Hasan al Askari dan terakhir adalah Muhammad al Mahdi sebagai imam kedua belas.
Nama duabelas (itsna asyriyah) ini mengandung pesan penting dalam tinjauan sejarah, yakni golongan ini terbentuk setelah lahirnya kedua belas imam yaitu kira – kira pada tahun 260 H / 878 M. Muhammad al Mahdi (imam ke duabelas) bersembunyi di ruang bawah tanah rumah ayahnya di Samarra dan tidak kembali. Itulah sebabnya kembalinya Imam al Mahdi ini selalu ditunggu – tunggu pengikut sekte syiah itsna asyriyah. Ciri khas kehadirannya adalah sebagai Ratu Adil yang akan turun di akhir zaman. Oleh karena inilah, Muhammad al Mahdi dijuluki sebagai Imam Mahdi al Muntazhar (yang ditunggu).
2.      Doktrin doktrin syiah itsna asyariyah
Didalam sekte ini dikenal konsep usul ad-din. Konsep ini mempunyai lima akar:
a.       Tauhid (the devine unity)
Tuhan adalah Esa baik esensi maupun eksistensi-Nya. Keesaan Tuhan adalah mutlak. Ia bereksistensi dengan sendiri-Nya. Tuhan adalah qadim.maksudnya adalah Tuhan bereksistensi dengan sendirinya sebelum ada ruang dan waktu. Tuhan tidak membuthkan sesuatu. Ia beriri sendiri, tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya. Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
b.      Keadilan (the devine justice)
Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta ini merupakan keadilan. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Tuhan meberikan akal kepada manusia untuk mngetahui perkara yang benar atau salah melalui perasaan.
c.       Nubuwwah (apostleship)
Setiap makhluk sekalipun telah diberi insting, masih membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari manusia. Rasul merupakan petunjuk hakiki utusan Allah yang secara transenden di utus memberikan acuan dalam membedakan antara yang baik dan yang buruk di alam semesta ini.
d.      Ma’ad (the last day)
Ma’ad adalah hari akhir untuk meghadap pengadilan Tuhan di akhirat. Setiap muslim harus yakin akan keberadaan kiamat dan kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan Tuhan.
e.       Imamah (the devine guidance)
Imamah adalah institusi yang diinagurasikan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir.

2.5       Syiah Sab’iyah (syiah tujuh)[6]
1.      Asal usul penyebutan syiah sab’iyah
Sekte ini hanya mengakui tujuh imam, yaitu Ali, Hasan, Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad al Baqir, Ja’far ash Shadiq, dan Ismail bin Ja’far.
2.      Doktrin imamah dalam pandangan syiah sab’iyah
Para pengikut syiah sab’iyah percaya bahwa Islam dibangun oleh tujuh pilar yaitu iman, taharah, shalat, zakat, saum, haji, dan jihad.
Syarat seorang imam dalam pandangan syiah sab’iyah:
a.       Imam harus berasal dari keturuna Ali melalui perkawinan dengan Fatimah
b.      Imam harus berdasarkan penunjukan atau nash
c.       Keimaman jatuh pada anak tertua
d.      Imam harus maksum
e.       Imam harus dijabat oleh seorang yang paling baik

2.6       Syiah Zaidiyah[7]
1.      Asal usul penamaan Zaidiyah
Disebut zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai imam kelima, putra imam ke empat, Ali Zainal Abidin. Dari nama Zaid bin Ali inilah nama Zaidiyah diambil. Syiah Zaidiyah merupakan sekte syiah yang moderat.
2.      Doktrin imamah menurut syiah Zaidiyah
Imamah sebagaimana telah disebutkan merupakan doktrin fundamental dalam syiah secara umum. Kaum zaidiyah menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi saw telah ditentukan nama dan orangnya oleh Nabi, tetapi hanya ditentukan sifat – sifatnya saja.
Menurut zaidiyah, seorang imam paling tidak harus memiliki ciri – ciri sebagai berikut.
Pertama, ia merupakan keturunan ahl al-bait, baik melalui garis Hasan maupun Husein.
Kedua, memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan diri atau menyerang.
Ketiga, memiliki kecenderungan intelektualisme yang dapat dibuktikan melalui ide dan karya dalam bidang keagamaan.

2.7       Syiah Ghulat[8]
1.      Asal usul penamaan syiah ghulat
Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw artinya bertambah dan naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga melampaui batas. Syiah ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih – lebihan atau ekstrim.
Gelar ekstrim (ghuluw) yang diberikan kepada kelompok ini berkaitan dengan pendapatnya yang janggal, yakni ada beberapa orang yang secara khusus dianggap Tuhan dan ada juga beberapa orang yang dianggap Rasul setelah Nabi Muhammad.
2.      Doktrin – doktrin syiah ghulat
Menurut Syahrastani, ada empat doktrin yang membuat mereka ekstrim, yaitu tanasukh, bada’, raj’ah, dan tasbih. Moojan momen menambahkannya dengan hulul dan ghayba.
Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad lain.
Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya.
Raj’ah ada hubungannya dengan mahdiyah. Syiah ghulat mempercayai bahwa Imam Mahdi akan datang ke bumi. Faham raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh syiah.
Tasbih artinya menyerupakan, mempersamakan. Syiah ghulat menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk.
Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa dan ada pada setiap individu manusia.
Ghayba artinya menghilangkan Imam Mahdi. Ghayba merupakan kepercayaan syiah bahwa Imam Mahdi itu ada di dalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa.





DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, M. Perdebatan Ulama Dalam Teologi Islam. Pekanbaru : PT Gelora Aksara. 2006.
Ghazali, Adeng Muchtar. Perkembangan Ilmu Kalam Dari Klasik Hingga Modern. Bandung : CV Pustaka Setia. 2005.
Nasution, Harun. Teologi Islam Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta : CV Bulan Bintang. 2005.
Rosihin, Anwar. Ilmu Kalam. Bandung : CV Pustaka Setia. 2009.


[1] Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, (Bandung : CV Pustaka Setia) 2009, hlm 77
[2] ibid
[3] Ibid hlm 80
[4] AdengMuchtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam Dari Kalsik Hingga Modern, (Bandung : CV Pustaka Setia) 2005. Hlm 92
[5] Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, (Bandung : CV Pustaka Setia) 2009, hlm 93
[6] ibid hlm 96
[7] Ibid hlm 101
[8] ibid hlm 105

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS